Sabtu, 02 Oktober 2010

Pakaian Tradisional Jepang

1. Kimono




Kimono (着物) adalah pakaian tradisional Jepang. Arti harfiah kimono adalah baju atau sesuatu yang dikenakan (kiberarti pakai, dan mono berarti barang).
Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf "T", mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut/pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zōri atau geta



2. Furisode
Furisode (振袖) adalah kimono berlengan lebar yang dikenakan wanita muda yang belum menikah. Dibuat dari bahan berwarna cerah, motif kain berupa bunga dan tanaman, keindahan musimbinatang, atau burung yang digambar dengan tangan memakai teknik yuzen. Kain bisa bertambah mewah dengan tambahan bordiran benang emas.
Bukaan di bagian lengan kimono yang berdekatan dengan ketiak disebut furiyatsuguchi (振八つ口?). Bukaan tersebut sengaja tidak dijahit hingga membentuk kantong lengan baju yang disebut tamoto (?) hingga ke bagian ujung lengan kimono. Lebar tamoto pada furisode bisa mencapai 114 cm atau menjuntai hingga sekitar pergelangan kaki.
Menurut urutan tingkat formalitas, furisode adalah kimono paling formal setara dengan kurotomesodeirotomesode, danhomongi. Furisode dikenakan sebagai pakaian terbaik untuk pesta perkawinan (ketika hadir sebagai tamu atau sebagai baju pengantin wanita), miai, dan upacara resmi, seperti seijin shikiwisuda, atau resepsi sesudah wisuda (shaonkai).

3. Kurotomesode
Tomesode (留袖) adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah menikah. Tomesode dari kain krep berwarna hitam disebut kurotomesode (tomesode hitam), sedangkan tomesode dari kain krep berwarna disebut irotomesode(tomesode warna). Menurut urutan tingkat formalitas, tomesode adalah pakaian paling formal setara dengan baju malam. Istilah tomesode berasal tradisi wanita yang sudah menikah atau sudah menjalani genbuku untuk memperpendek lengan furisode yang dikenakannya semasa gadis.
Kurotomesode hanya dikenakan sebagai pakaian formal ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta-pesta, serta upacara yang sangat resmi. Kimono jenis ini merupakan pakaian yang dikenakan istri nakōdo sewaktu hadir di pesta pernikahan. Bahan untuk kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda keberuntungan seperti burung jenjang atau seruni berada pada bagian bawah kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia pemakai, semakin berumur pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Lambang keluarga berjumlah lima buah: satu di punggung, sepasang di belakang lengan, dan sepasang di dada bagian atas.

4. Irotomesode
Berbeda dengan kurotomesode, irotomesode tidak selalu harus dihiasi lima buah lambang keluarga. Sesuai formalitas acara yang ingin dihadiri pemakai, irotomesode cukup dilengkapi tiga buah lambang keluarga (satu di punggung, sepasang di bagian belakang lengan) atau cukup satu di bagian punggung. Irotomesode dikenakan sebagai pakaian formal sewaktu diundang ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta dan upacara resmi. Kain untuk irotomesode bisa berupa kain krep tanpa motif tenun atau kain krep dengan motif tenun seperti monishōrinzu, dan shusuji.
Wanita yang belum menikah juga boleh mengenakan irotomesode, namun bila sudah berumur atau ketika tidak ingin mengenakan homongi. Upacara resmi di istana kaisar dihadiri tamu dengan mengenakan irotomesode. Hitam sebagai warna duka merupakan alasan tidak dipakainya kurotomesode.

5. Homongi
Homongi (訪問着 Hōmon-gi) adalah salah satu jenis kimono formal untuk wanita yang menikah atau belum menikah. Menurut urutan tingkat formalitas, homongi berada setingkat di bawah irotomesode.
Dikenakan bersama fukuro obi, homongi dipakai sewaktu diundang ke pesta pernikahan yang bukan diadakan sanak keluarga, upacara minum teh, merayakantahun baru, dan pesta-pesta.[1] Sewaktu membeli kimono, pemakai bisa memesan lebar lengan kimono sesuai keinginan. Wanita yang belum menikah memakai homongi dengan bagian lengan yang lebih lebar.
Ciri khas homongi disebut eba (絵羽) yakni corak kain yang saling tepat bertemu di perpotongan kain (bagian jahitan kimono). Bila sehelai homongi dibeberkan, maka corak kain akan membentuk sebuah gambar utuh. Homongi dibuat dari bahan (tanmono) warna putih polos. Setelah bahan dipotong sesuai ukuran tubuh pemakai, kain dijelujur untuk membuat kimono sementara. Corak kain dilukis pada permukaan kain dengan memperhatikan letak perpotongan kain. Setelah kain selesai dilukis, jahitan sementara dibuka, dan proses pencelupan kain dimulai. Setelah pencelupan selesai, kain dijahit kembali sebelum diserahkan kepada pemesan. Corak yang saling bertemu di perpotongan kain merupakan perbedaan mencolok antara homongi dan tsukesage.

6. Yukata
Yukata (浴衣, baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam berendam dengan air panas.
Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai di musim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang apimatsuri (ennichi), atau menari pada perayaanobon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum menikah.
Gerakan dasar yang harus dikuasai dalam nihon buyo selalu berkaitan dengan kimono. Ketika berlatih tari, penari mengenakan yukata sebagai pengganti kimono agar kimono berharga mahal tidak rusak karena keringat. Aktor kabukimengenakan yukata ketika berdandan atau memerankan tokoh yang memakai yukata. Pegulat sumo memakai yukata sebelum dan sesudah bertanding.
Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di Jepang. Jika terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri atau pesta kembang api.

7. Iromuji
Iromuji adalah kimono semiformal, namun bisa dijadikan kimono formal bila iromuji tersebut memiliki lambang keluarga (kamon). Sesuai dengan tingkat formalitas kimono, lambang keluarga bisa terdapat 1, 3, atau 5 tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada). Iromoji dibuat dari bahan tidak bermotif dan bahan-bahan berwarna lembut, merah jambubiru muda, atau kuning muda atau warna-warna lembut. Iromuji dengan lambang keluarga di 5 tempat dapat dikenakan untuk menghadiri pesta pernikahan. Bila menghadiri upacara minum teh, cukup dipakai iromuji dengan satu lambang keluarga.




8. Tsukesage
Tsukesage adalah kimono semiformal untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Menurut tingkatan formalitas, kedudukan tsukesage hanya setingkat dibawah homongi. Kimono jenis ini tidak memiliki lambang keluarga. Tsukesage dikenakan untuk menghadiri upacara minum teh yang tidak begitu resmi, pesta pernikahan, pesta resmi, atau merayakan tahun baru.





9. Komon 
Komon adalah kimono santai untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Ciri khas kimono jenis ini adalah motif sederhana dan berukuran kecil-kecil yang berulang. Komon dikenakan untuk menghadiri pesta reunimakan malam, bertemu dengan teman-teman, atau menonton pertunjukan di gedung.






10. Tsumugi
Tsumugi adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita yang sudah atau belum menikah. Walaupun demikian, kimono jenis ini boleh dikenakan untuk keluar rumah seperti ketika berbelanja dan berjalan-jalan. Bahan yang dipakai adalah kain hasil tenunan sederhana dari benang katun atau benang sutra kelas rendah yang tebal dan kasar. Kimono jenis ini tahan lama, dan dulunya dikenakan untuk bekerja di ladang.












11. Hakama




Hakama () adalah pakaian luar tradisional Jepang yang dipakai untuk menutupi pinggang sampai mata kaki.
Dipakai sebagai pakaian bagian bawah, hakama merupakan busana resmi pria untuk menghadiri acara formal sepertiupacara minum tehpesta pernikahan, dan seijin shiki. Anak laki-laki mengenakannya sewaktu merayakan Shichi-Go-SanMontsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan setelan baju pengantin pria tradisional.
Di kalangan olahraga bela diri tradisional seperti kendoaikido, dan kyūdō, hakama dipakai oleh pria dan wanita. Ketika tidak sedang bergulat, pesumo mengenakan kimono dan hakama ketika tampil di muka umum. Di kalangan Shinto, setelan kimono dan hakama adalah pakaian resmi kannushi dan miko.





1 komentar:

  1. wawwwwwww................
    baru q tahu, serumit ni juga macam baju n waktu pemakaiannya

    BalasHapus